Pertemuan keempat sesi 1
1.
Subyektivisme
Pendukung Subyektivisme adalah:
•- Aristoteles, Plato, Rene Descartes
•- Kaum Solipsisme (solo ipse)
•- Kaum Realisme Epistemologis (membahas kenyataan)
•- Kaum Idealisme Epistemologis (membahas ide dari subyek)
Ciri-ciri pendekatan
Subyektivisme:
- Menggagas pengetahuan sbg suatu
keadaan mental yang khusus (semacam kepercayaan yang istimewa),misalnya
sejarah, kepercayaan2 yg lain, dst.
- Pengalaman subyektif (kokoh
terjamin) sbg titik tolak pengetahuan dari data inderawi (intuisi) diri
sendiri.
- Prinsip subyektif tentang alasan
cukup, karena pengalamanan bersifat personal, benar secara pasti dan meyakinkan
karena berlaku sebagai pengetahuan langsung dari diri subyek. Sehingga hal ini
tidak dapat disanggah maupun ditolak oleh pribadi yang lainnya.
DESCARTES: Cogito ergo sum
cogitans: saya berpikir maka saya adalah pengada yang berpikir.
• Ketika Descartes berbicara
mengenai “berpikir”, ia tidak bermaksud secara eksklusif pada penalaran
saja, tetapi seluruh kegiatan sadar, -seperti melihat, mendengar, merasa,
senang atau sakit, kehendak -, masuk dalam kegiatan “berpikir”.
Realisme Epistemologis: berpendapat bahwa kesadaran menghubungkan saya dengan
“apa yg lain” dari diri saya.
Idealisme Epistemologis: berpendapat bahwa setiap tindakan mengetahui berakhir di
dlm suatu ide, yg merupakan suatu peristiwa subyektif murni.
Filsuf lain setelah Descartes
menekankan pada diri sendiri dan situasi sadar. Pengetahuan tentang diri
sendiri merupakan pengetahuan langsung.
Semua pengetahuan tentang sesuatu “yang bukan aku” atau “yang
diluar diri sendiri” diragukan kepastian kebenarannya.
Pengetahuan tentang “yang bukan
aku” merupakan pengetahuan tidak langsung.
Refleksi Subyektif:
•Bagaimana orang dapat keluar
dari pikirannya sendiri dan mengetahui dunia obyektif di luar diri?
•Bagaimana kita ketahui apakah gagasan tentang obyek
sesuai dengan obyeknya itu sendiri dan bukan ilusi kita sendiri?
Artinya, ada keterbatasan yang
dialami dalam pandangan subyektif, yaitu ada sesuatu hal yang tidak dapat
ditangkap secara inderawi.
Descartes menolak skeptisme yang membawanya justru ke arah subyektivisme.
Mengapa?
Sikap dasar skeptisisme adalah kita tidak pernah tahu tentang apa pun.
Skeptisisme meragu-ragukan
kemungkinan bahwa manusia bisa mengetahui sesuatu karena tidak ada bukti yang
cukup bahwa manusia benar tahu
tentang sesuatu.
Descartes adalah seorang
rasionalis. Sehingga ia mengesampingkan empirisme.
Baginya rasio atau pikiran
adalah satu-satunya sumber dan jaminan kebenaran pengetahuan.
Descartes meragukan pengalaman
inderawi dalam menjamin kebenaran pengetahuan, termasuk pengetahuan tentang
dunia luar kita. Menurutnya, Tuhan Yang Maha Kuasa dapat saja secara langsung
memunculkan data-data indra dalam
kesadaran kita tanpa harus ada “dunia luar” yang mendasarinya.
Walaupun indera dapat memberikan
pengetahuan tentang dunia fisik yang dapat dipercayai. Namun, kebenaran bukan
karena indera sendiri dapat diandalkan, tetapi hanya berdasarkan keyakinan
Tuhan yang menciptakan indera pada manusia yang tidak mungkin menipu.
Descartes ke dalam posisi
ekstrim yang disebut Solipsisme. (bhasa Latin gabunga antaran Solus dan ipse
yang berarti “ia sendiri pada dirinya”
Keberadaan atau pengetahuan
mengenai “yang lain” atau “yang bukan diri sendiri” hanya dapat disimpulkan
secara tidak langsung dari kebenaran dan
pengetahuan mengenai diri sendiri.
Kesadaran akan diri sendiri
merupakan hasil dari suatu proses bertahap melalui pengalaman pergulatan dengan
dunia luar.
-> Keberadaan sesuatu di luar
diri atau “yang bukan aku” dalam pengalaman sehari-hari misalnya menjadi jelas
dari gejala bahasa.
Kenyataan adanya bahasa
selalu mengandaikan bahwa adanya pribadi atau subyek lain selain dirinya
sendiri.
Bahasa sebagai saranan
komunikasi untuk menjalin hubungan dengan yang lain. Berkaitan dengan gejala bahasa bahwa melalui pengalaman
sehari-hari terjadinya dilaog, yang mengandaikan adanya orang lain.
Dalam keseleuruhan proses
dialog keberadaan diandaikan adanya subyek lain atau “yang bukan aku” atau dia
yang menjadi lawan bicara ku.
Kita mengenal keberadaan dunia di
luar diri dari pengalaman berhadapan dan berinteraksi dengannya.
Aku bisa tahu bahwa orang lain
yang menjadi lawan bicara ku dalam dialog adalah pribadi seperti aku, karena
dia mengungkapkan perilaku sebagaimana aku berperilaku.
Orang tidak akan mempunyai
kesadaran eksplisit tentang dirinya sebagai individu selain melalui interaksi
dengan individu lain lain atau “yang bukan aku”.
Aku sadar dan kenal diriku justru
dalam kesadaran dan pengenalan yang bukan aku.
Dalam kenyataan hidup diri sebagai
subyek yang bukan hanya berfungsi sebagai penahu (knower), tetapi juga
sebagai pelaku (agen) tidak bisa mengandaikan adanya “yang lain” baik
sebagai obyek pengetahuan dan kegiatannya maupun sebagai sesama subyek dalam
dialog.
• Apabila paham subyektivisme
hanya mau dikatakan ttg pentingnya peran subyek atau sisi subyektivitas
pengetahuan, maka paham ini masih dapat diterima.
• Apabila mengklaim bahwa
sesungguhnya ada dan dapat diketahui dengan pasti itu hanyalah subyek dan
gagasannya, sedangkan semuanya yang lain baik adanya maupun dapat diketahui
perlu diragukan, serta menentang adanya obyektivisme, maka paham subyektivisme
tersebut tidak dapat diterima.
Objektivisme merupakan suatu pandangan yang menekankan
bahwa butir-butir pengetahuan manusia – dari soal yang sederhana sampai teori
yang kompleks – mempunyai sifat dan ciri yang melampaui (di luar) keyakinan dan
kesadaran individu (pengamat).
Pengetahuan diperlakukan sebagai
sesuatu yang berada diluar ketimbang di dalam pikiran manusia. Tolak
ukur yang digunakan adalah apa yang ada pada objek yang dituju.
Pendukung pandangan
ini adalah:
–Popper, Latatos
dan Marx
Obyektivisme merupakan pandangan
bahwa obyek yang kita persepsikan melalui perantara indera kita itu ada dan
bebas dari kesadaran manusia.
Aliran ini tidak bergantung pada
orang yang memahaminya, tetapi terlepas dari siapa yang memandangnya, segala
sesuatu tetap dapat dipahami.
Ada 3 pandangan dasar
Objektivisme:
1.Kebenaran itu independen
terlepas dari pandang subjektif,
2.Kebenaran itu datang dari bukti
faktual,
3.Kebenaran hanya bisa didasari
dari pengalaman inderawi.
Pandangan ini sangat dekat dengan
positivisme dan empirisme.
Pengetahuan dalam pengertian Objektivis:
• Sepenuhnya independen dari klaim
seseorang untuk mengetahuinya,
• Pengetahuan itu terlepas dari
keyakinan seseorang atau kecenderungan untuk menyetujuinya atau memakainya
untuk bertindak.
• Pengetahuan dalam pengertian
obyektivis adalah pengetahuan tanpa orang: ia adalah pengetahuan tanpa
diketahui subjek.” (Karl R. Popper)
Sifat suatu obyek:
Obyek itu bersifat “umum” dalam arti bahwa
obyek yang sama dapat dipersepsikan oleh pengamat yang jumlahnya tidak
terbatas.
Obyek-obyek itu bersifat permanen, baik untuk
dipersepsikan atau pun tidak.
• Obyek-obyek memiliki kualitas-kualitas
yang sama seperti yang disajikan kepada persepsi, sehingga tindakan persepsi tidak
mengubah sedikit pun obyek.
• Para filsuf Skolastik mengangap
perlu untuk memperbaiki beberapa keyakinan harian kita, yaitu: meletakkan “kesalahan”
pada indera, karena indera tidak pernah salah.
Syarat-syarat yang harus
dipenuhi dalam menentukan kebenaran obyektif:
a. Obyek
harus sesuai dengan jenis indera kita.
b.
Organ indera harus normal dan sehat.
c.
Karena obyek ditangkap melalui medium, maka medium itu harus ada.
Perlu mengingat pembedaan antara
obyek khusus dan obyek umum.
= Obyek khusus merupakan
data yang ditangkap hanya oleh satu indera. Misalnya, warna, suara, bau.
= Obyek umum merupakan
data yang dapat ditangkap oleh lebih dari satu indera. Misalnya keluasan dan gerakan
yang dapat dilhat dan diraba atau oleh indera lainnya.
•Keyakinan tidaklah selalu obyektif
dalam hubungannya dengan kesadaran pertimbangan, tetapi obyek-obyek konseptual benar-benar
bersifat obyektif.
•Masalah persepsi tetap merupakan
masalah yang paling besar yang tidak terpecahkan di dalam keseluruhan epistemologi.
Sumber: slide powerpoint dosen terkait
Sumber: slide powerpoint dosen terkait
nice post.. 89%
BalasHapusthanks Atikuuu :)
Hapusnice infoo
BalasHapusthanks bang, di comment lagi di post lain, ya
Hapus