Minggu, 21 September 2014

Debat


Hai teman-teman, dalam pertemuan ketiga kemarin, kami melakukan debat antar kelas. Kami mengkaji suatu kasus menerapkan prinsip epistimologi. Jadi tiap kelas mengirim dua pasang (perempuan dan laki-laki) untuk beradu argumen. Mereka kemudian dipisah lagi memilih pro dan kontra. Setelah selesai, kami per individu ditugaskan untuk menuliskan pendapat kami di blog masing-masing. Berikut merupakan pendapat saya.


Ada dua kasus yang diajukan. Pertama adalah tentang penerapan pemilu alias pemilihan umum langsung. Untuk bagian pertama ini saya memilih pro. Kenapa pro? Karena pemilihan umum menurut saya adalah sistem yang paling cocok untuk diterapkan di negara Indonesia yang menganut asas demokratis. Pemilihan umum langsung ini telah ditetapkan dan diperjuangkan dengan susah payah sejak lama. Budget untuk melangsungkan pesta rakyat ini juga sudah ditetapkan. Dalam sistem ini, rakyat dapat memilih yang sesuai dengan hati nurani mereka masing-masing. Sehingga pelaksanaan pemerintahan dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat benar-benar dijalankan.


Mengenai adanya penyelewengan atau sikap yang negatif seperti korupsi dana pemilu, pemaksaan kelompok tertentu untuk memenangkan dirinya, adanya suara yang tidak sah, sampai pemimpin yang ternyata tidak kompeten padahal sudah mendapatkan kedudukan, bukanlah salah dari sistem yang sudah ada. Perbaikan moral adalah yang harus ditekankan. Buktinya, kita pernah menjalankan pemilu benar-benar bersih dan demokratis pada pemilu yang paling pertama. Artinya, jika kita kembali menanamkan moral bangsa yang benar dan sesuai dengan nilai-nilai luhur, pemilu seperti itu pasti bisa tercapai lagi dengan baik. Nyatanya, walaupun banyak hal negatif yang tidak disangka tetap terjadi, tetapi negara ini telah berusaha keras untuk mencapai ketertiban dan keamanan yang baik selama pemilu berlangsung dan telah melakukan berbagai upaya meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan.

Nah, dalam mengkaji hal diatas, saya melakukannya dengan pendekatan epistimologi rasional dan fenomenalis.
Lanjut ke pembahasan berikutnya, ya. 


Kasus kedua adalah mengenai Seks bebas. Kali ini, saya berpihak pada kontra. Saya akan tetap pada pendekatan rasionalis dan fenomenalis, namum menambahkan dengan sifat epistimologi, yaitu secara evaluatif dan normatif. Berikut penjelasan saya.

Pada hal yang kedua ini saya jelas memilih kontra. Saya sangat tidak setuju dengan seks bebas. Hal ini membawa pengaruh negatif untuk banyak hal. Yang pasti prestasi dan karier bisa menurun jika terlalu banyak bergaul. Karena pergaualn seperti ini menyita banyak waktu. Sehingga waktu produktif pun berkurang.
Seks bebas telah terlihat dengan jelas dapat menimbulkan berbagai penyakit yang bisa mematikan. Selain itu, seks bebas bisa mengakibatkan kehamilan. Kehamilan yang tidak diinginkan ini dapat berujung pada kematian, baik kematian janin, maupun kematian sang ibu beserta janinnya. Jadi, walaupun banyak praktek aborsi, praktek ini sangatlah berbahaya dan dilarang di berbagai tempat. Karena praktek ini memperbolehkan seseorang membunuh yang lainnya (janin, walaupun masih kecil, ini juga merupakan bakal manusia), yang bertentangan dengan norma. Selain itu, dari berbagai kasus yang ada, telah di telaah bahwa banyak praktek aborsi yang gagal dan menimbulkan infeksi serta penyakit, akibat penggunaan alat-alat dan obat-obatan yang tidak jelas.
Untuk itu perlu dilakuakn edukasi sejak dini tentang seks sehingga remaja tidak “coba=coba” melakukannya. Semua warga perlu mengetahui dampaknya bagi kesehatan agar menghindari seks bebas. Selain itu, perhatian dari orang tua untuk mengontrol pergaulan anaknya juga tidak kalah penting.

Sekian penjelasan saya, posting berikutnya adalah pertemuan ketiga sesi kedua.

4 komentar: