Selasa, 23 September 2014

Induktif Deduktif


Logika (bagian 1)


INDUKSI

Penalaran induksi adalah cara kerja ilmu pengetahuan yang bertolak dari sejumlah proposisi tunggal atau partikular tertentu untuk menarik kesimpulan yang umum tertentu.
Jadi, beberapa fakta yang ada kemudian dirumuskan menjadi proposisi tunggal tertentu, kemudian ditarik kesimpulan yang dianggal sebagai benar dan berlaku umum.
žWalaupun begitu, kebenaran kesimpulan, baik berupa hukum atau teori ilmiah, harus dianggap bersifat sementara.
Jadi, meskipun dasarya adalah fakta-fakta yang menghasilkan kesimpulan yang benar, namun kesimpulan yang ditarik belum tentu benar secara mutlak.
Hal ini disebabkan ciri dasar berpikir induksi adalah selalu tidak lengkap.
Karena biasanya kesimpulan yang ditarik berdasarkan fakta-fakta yang hanya mewakili keseluruhan fakta (berasal dari sample)

Di satu pihak penalaran induksi memiliki persamaan dengan deduksi, yaitu kedua-duanya mendasari argumentasi-argumentasinya dari premis-premis yang mendukung kesimpulan.
Perbedaan mendasarnya, argumentasi dalam penalaran induksi yang tepat akan mempunyai premis-premis yang benar, namun kesimpulannya dapat salah.



  • Hal ini disebabkan oleh argumentasi-argumentasi dalam penalaran induksi yang tidak membuktikan bahwa kesimpulan itu benar, karena hanya mengambil dari beberapa sample.
  • Akibatnya, argumentasi-argumentasi yang terdapat dalam penalaran induksi tidak dinilai sebagai valid (sahih) atau invalid (tidak sahih), melainkan berdasarkan probabilitas.
  • Karena itu, argumentasi induksi akan menjadi lebih kuat apabila jumlah kasus individualnya meningkat (diperbanyak).

Ciri-ciri
penalaran induksi
1. Premis-premis dalam penalaran induksi merupakan proposisi empiris yang berhubungan langsung dengan observasi indera. Indera menangkap dan akal menerima.
2. Kesimpulan dalam penalaran induksi lebih luas dari pada apa yang dinyatakan di dalam premis-premisnya. Karena itu, pikiran tidak terikat untuk menerima kebenaran kesimpulannya. Jadi menurut kaidah-kaidah logika penalaran ini tidak sahih.
3.Meskipun kesimpulan induksi itu tidak mengikat, akan tetapi manusia yang normal akan menerimanya. Jadi dapat dikatakan bahwa kesimpulan induksi itu memiliki kredibilitas rasional yang disebut probabilitas.

Generalisasi induktif

Genaralisasi induktif merupakan proses penalaran berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala atu sifat-sifat tertentu(khusus) untuk menarik kesimpulan mengenai semua(umum).
žPrinsipnya adalah “ apa yang diterjadi beberapa kali dapat diharapkan akan selalu terjadi apabila kondisi yang sama terpenuhi”.
žKesimpulan dalam generalisasi itu hanya suatu harapan, kepercayaan, karena konklusi penalaran induktif tidak mengandung nilai kebenaran yang pasti, akan tetapi hanya berupa suatu probabilitas atau peluang.
Generalisasi didasarkan fakta-fakta tunggal yang diamati atau dialami.
Berikut ini merupakan syarat-syarat generalisasi:
1.Generasilasi tidak terbatas secara numerik. Artinya generalisasi tidak boleh terikat pada jumlah tertentu.
2.Generalisasi tidak terbatas secara “spasio-temporal”. Artinya generalisasi tidak boleh terbatas dalam ruang dan waktu.
3.Generalisasi harus dapat dijadikan dasar pengandaian.

Analogi induktif
Anologi berbicara mengenai dua hal yang berlainan, yaitu Persamaan dan Perbedan, yang kemudian dibandingkan. Namun, ketika yang dilihat hanya aspek persamaannya tanpa melihat perbedaan, maka timbullah analogi, yaitu persamaan di antara dua hal yang berbeda.
Analogi dalam penalaran adalah analogi induktif artinya suatu proses penalaran untuk menarik kesimpulan tentang kebenaran suatu gejala khusus berdasarkan kebenaran  gejala khusus lainnya yang memiliki sifat-sifat esensial yang sama.
žYang terpenting dalam analogi induktif adalah apakah persamaan yang dipakai sebagai dasar kesimpulan sungguh-sungguh merupakan ciri-ciri esensial yang berhubungan erat dengan kesimpulan yang dikemukakan.
• Beda dengan generalisasi induktif, dimana konklusinya berupa proposisi  universal.
• Penalaran induktif, konklusinya lebih luas daripada premis-premis.
žPrinsip dasar penalaran analogi induktif adalah “Karena hal d analog dengan a, b, c, maka apa yang berlaku bagi a, b, dan c dapat diharapkan berlaku juga untuk d.”

Faktor probabilitas
Kebenaran kesimpulan dalam logika induktif, baik itu generalisasi maupun analogi induktif bersifat tidak pasti.
Artinya, bersifat masih kemungkinan. Jadi, kebenaran kesimpulan induksi selalu terkait dengan tinggi rendahnya probabilitas.
žProbabilitas adalah keadaan pengetahuan antara kepastian dan kemungkinan.

Tinggi rendahnya probabilitas kesimpulan induktif dipengaruhi oleh faktor:
žFaktor fakta berkenaan dengan prinsipsemakin besar jumlah fakta yang dijadikan dasar penalaran induktif, akan semakin tinggi pula probabilitas konklusinya, dan sebaliknya
žFakta analogi berkenaan dengan prinsipSemakin besar jumlah faktor analogi di dalam premis, akan semakin rendah probabilitas konklusinya dan sebaliknya. Yang dimaksud dalam hal ini adalah faktor kesamaan.
žFakta disanologi terkait dengan prinsip “semkian besar faktor disanologi di dalam premis, akan semakin tinggi probabilitas konklusinya dan sebaliknya”. Yang dimaksud dengan faktor disanologi adalah faktor ketidaksamaan.
žFaktor luas konklusi terkait prinsipSemakin luas konklusinya, semakin rendah probabilitasnya dan sebaliknya”.

Kesesatan Generalisasi dan Analogi
Selain faktor-faktor obyektif sebagaimana yang telah diungkapkan, tinggi rendahnya probabilitas suatu penalaran juga dipengaruhi faktor-faktor subyektif.
žFaktor subyektif biasanya muncul dalam penelaran seseorang yang keberadaannya tidak disadari.
Namun apabila seseorang akan menerima bahwa penyimpulannya tidak sesuai dengan kaidah-kaidah penalaran jika ia dikritik serta dikorekasi.
žKetidaksesuaian dengan kaidah-kaidah penelaran akan membuat dan membawa manusia mengalamai kesesatan (fallacy)

žAda beberapa faktor yang menyebabkan kesesatan dalam penalaran induktif, yaitu:
1.Faktor Tergesa-gesa
2.Faktor ceroboh
3.Faktor prasangka

Hubungan Sebab- Akibat

Hubungan sebab akibat sebenarnya merupakan suatu hubungan yang intrinsik atau hubungan yang asasi dalam pengertian hubungan yang sedemikian rupa sehingga apabila satu (sebab) ada / tiada maka yang lain juga pasti ada / tiada.
Hubungan sebab akibat antara peristiwa-peristiwa dapat terjadi dalam tiga pola, yaitu:
Pola dari sebab ke akibat.
žPola dari akibat ke sebab.
žPola dari akibat ke akibat.

Manfaat belajar Induksi:
•Manfaat logika induktif: MEMBERIKAN PEMBENARAN ATAS KECENDERUNGAN manusia yg bersandar pada kebiasaan.
•Memang tidak pernah bisa merasa pasti atas kebenaran suatu kesimpulan induktif, tapi ada cara tertentu dimana kita dpt menekan kemungkinan kesalahan.
Sehingga perlu dihindari untuk menarik kesimpulan induktif dengan data yang masih minim, tergesa-gesa, ceroboh dan hanya di landasi prasangka.

DEDUKSI

–Deduksi adalah suatu proses tertentu dalam proses itu akal budi kita menyimpulkan pengetahuan yang lebih ‘khusus’ dari pengetahuan yang lebih ‘ umum’ . Hal yang lebih khusus itu sudah termuat secara implisit dalam pengetahuan yang lebih umum.
–Induksi dan deduksi selalu berdampingan, keduanya selalu bersama-sama dan saling memuat. Induksi tidak dapat ada tanpa deduksi. Deduksi selalu di jiwai oleh induksi.

  • Dalam proses memperoleh ilmu pengetahuan, induksi biasanya mendahuli deduksi.
  • Sedangkan dalam logika biasanya deduksi yang terutama di bicarakan lebih dahulu. Deduksi di pandang lebih penting untuk latihan dan perkembangan pikiran.
  • žSebagaimana yang telah diungkapkan bahwa penalaran dibedakan menjadi dua, yaitu tidak langsung dan langsung.
  • žPenalaran tidak langsung mencakup penalaran deduktif dan induktif.
  • žPenalaran deduktif ini selalu diungkapkan dalam bentuk silogisme.
  • žSilogismelah yang menjadi medium pengungkapkan penalaran deduktif.
  • Silogisme adalah suatu bentuk argumentasi yang bertitik tolak pada premis-premis dan dari premis-premis itu ditarik suatu kesimpulan.
Jadi, penarikan kesimpulan dengan cara ini yang didasarkan pada premis-premis yang sudah diketahui.
Maksud dari premis-premis itu untuk memberikan bukti bahwa kesimpulan itu benar. 
žPremis-premis dari suatu argumentasi deduktif yang tepat berisi semua bukti yang dibutuhkan untuk membuktikan kebenaran suatu kesimpulan.
Artinya, jika premis-premis benar, maka kesimpulan juga harus benar.
Benar salahnya kesimpulan deduktif berdasarkan rujukan realitas, argumentasi-argumentasi deduktif yang memiliki kekhasan tersendiri.
Argumentasi-argumentasi deduktif dinilai lebih berdasarkan atas sahih (valid) atau tidak sahih (invalid).

žApa yang dimaksud dengan kebenaran premis?
Premis dianggap “benar” apabila sesuai dengan realitas. Sebaliknya premis dianggap “salah” apabila tidak sesuai dengan realita.

žCiri-ciri silogisme
Suatu argumentasi disebut silogisme apabila mengikuti ciri-ciri sebagai berikut.
1. Semua pernyataannya (proposisi) adalah proposisi kategoris.
2. Terdiri dari dua premis dan sebuah kesimpulan.
3. Dua premis dan satu kesimpulan secara bersama-sama memuat tiga term (kata) yang berbeda dan masing-masing trem tampak di dalam dua dari tiga proposisi.

Argumentasi tersebut dinamakan silogisme bila argumentasi tersebut terdiri dari 3 ciri tersebut, dimana proposisi hubungan antara subyek dan predikat bersifat langsung, tanpa syarat. Dengan kata lain pengakuan predikat terhadap subyek bersifat langsung.
Silogisme biasanya terdiri dari dua premis dan satu kesimpulan, yaitu premis mayor, Premis minor dan kesimpulan. Silogisme juga terdiri dari ketiga term yang berbeda (term mayor, term minor dan term menengah), serta masing-masing term muncul dalam dua dari tiga proposisi.

  Sumber: Slide power point pembelajaran dari dosen terkait

4 komentar: